Jumat, 15 November 2013

Kilas balik Forum Petani Kakao Gunungkidul



Separo Produksi Biji Kakao Gunungkidul Tak Penuhi Standar SNI
Sekitar 50 persen atau separo produksi biji kakao di Gunungkidul belum memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Hasilnya, permasalahan tersebut memengaruhi harga. Padahal jika standar tersebut terpenuhi diyakini mampu memajukan industri kakao nasional dan menguntungkan petani kakao itu sendiri. GUNAWAN, Wonosari.
HAL tersebut diungkapkan Sekjen Forum Petani Kakao Gunungkidul (FPKG) Paryanto dalam peresmian Sekertariat FPKB di Ngawis, Karangmojo belum lama ini. Ketidaklayakan biji kakao tersebut terutama karena petani tidak melakukan fermentasi dahulu.
Hasilnya, rasa serbuk kakao yang dihasilkan tidak enak. Selain itu, biji kakao masih banyak tercampur kotoran, seperti sisa kulit, dan kerikil.
"Pada 2014, jika kualitas produk tidak memenuhi SNI, maka kami akan kesulitan dalam pemasaran. Itu sangat berbahaya karena petani kakao bisa merugi," terang Paryanto.
Guna membantu petani meningkatkan kualitas biji kakao dan menguatkan sektor kelembagaan kelompok, maka wadah PFPKG diperlukan. Berangkat dari keprihatinan terkait permasalahan yang dihadapi petani kakao di Gunungkidul, dilakukan pelatihan quality management system (Qms) untuk kelompok tani.
Dibentuklah organisasi ICS kakao Gunungkidul. "Harapannya, kakao bisa menjadi salah satu ikon produk unggulan lokal" ujar Paryanto.
Tujuan lainnya adalah meningkatkan kualitas SDM, mengembangkan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pendekatan usaha agribisnis kakao. Serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. "Juga memperkuat organisasi tani untuk mewujudkan visi misi organisasi," paparnya.
Melalui program tersebut Paryanto berharap, kualitas kakao membaik dan produktivitasnya juga bisa naik. FPKG fokus pada kegiatan teknis pertanian, pelatihan, pendampingan, serta bantuan pengolahan produk kakao untuk dipasarkan. Sekarang anggotanya ada 1.225 petani mulai dari Kecamatan Patuk, Karangmojo dan Ponjong terdiri dari 29 kelompok tani.
"Salah satu kelompok binaan kami juga mulai membuat aneka makanan berbahan dasar kakao. Mulai minuman, dodol, hingga permen dan siap dipasarkan," terangnya.
Bupati Gunungkidul Badingah mengatakan kakao bisa menjadi bagian dari ikon Gunungkidul. Saat ini kapasitas produksi kakao masih jauh dari pemenuhan kebutuhan konsumen.
"Ini enak sekali, semua makanan dan minuman berbahan dasar kakao. Dengan sedikit sentuhan, lebih kreatif lagi supaya dampak ekonomisnya juga jauh lebih besar," ujarnya meneguk segelas minuman kakao yang dipamerkan salah satu kelompok tani. (*/iwa)
Sumber : radarjogja.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar