Separo
Produksi Biji Kakao Gunungkidul Tak Penuhi Standar SNI
Sekitar 50 persen atau separo
produksi biji kakao di Gunungkidul belum memenuhi Standar Nasional Indonesia
(SNI). Hasilnya, permasalahan tersebut memengaruhi harga. Padahal jika standar
tersebut terpenuhi diyakini mampu memajukan industri kakao nasional dan
menguntungkan petani kakao itu sendiri. GUNAWAN, Wonosari.
HAL tersebut diungkapkan Sekjen
Forum Petani Kakao Gunungkidul (FPKG) Paryanto dalam peresmian Sekertariat FPKB
di Ngawis, Karangmojo belum lama ini. Ketidaklayakan biji kakao tersebut
terutama karena petani tidak melakukan fermentasi dahulu.
Hasilnya, rasa serbuk kakao yang
dihasilkan tidak enak. Selain itu, biji kakao masih banyak tercampur kotoran,
seperti sisa kulit, dan kerikil.
"Pada 2014, jika kualitas
produk tidak memenuhi SNI, maka kami akan kesulitan dalam pemasaran. Itu sangat
berbahaya karena petani kakao bisa merugi," terang Paryanto.
Guna membantu petani meningkatkan kualitas
biji kakao dan menguatkan sektor kelembagaan kelompok, maka wadah PFPKG
diperlukan. Berangkat dari keprihatinan terkait permasalahan yang dihadapi
petani kakao di Gunungkidul, dilakukan pelatihan quality management system
(Qms) untuk kelompok tani.
Dibentuklah organisasi ICS kakao
Gunungkidul. "Harapannya, kakao bisa menjadi salah satu ikon produk
unggulan lokal" ujar Paryanto.
Tujuan lainnya adalah meningkatkan
kualitas SDM, mengembangkan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pendekatan
usaha agribisnis kakao. Serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. "Juga
memperkuat organisasi tani untuk mewujudkan visi misi organisasi,"
paparnya.
Melalui program tersebut Paryanto
berharap, kualitas kakao membaik dan produktivitasnya juga bisa naik. FPKG fokus
pada kegiatan teknis pertanian, pelatihan, pendampingan, serta bantuan
pengolahan produk kakao untuk dipasarkan. Sekarang anggotanya ada 1.225 petani
mulai dari Kecamatan Patuk, Karangmojo dan Ponjong terdiri dari 29 kelompok
tani.
"Salah satu kelompok binaan
kami juga mulai membuat aneka makanan berbahan dasar kakao. Mulai minuman,
dodol, hingga permen dan siap dipasarkan," terangnya.
Bupati Gunungkidul Badingah
mengatakan kakao bisa menjadi bagian dari ikon Gunungkidul. Saat ini kapasitas
produksi kakao masih jauh dari pemenuhan kebutuhan konsumen.
"Ini enak sekali, semua makanan
dan minuman berbahan dasar kakao. Dengan sedikit sentuhan, lebih kreatif lagi
supaya dampak ekonomisnya juga jauh lebih besar," ujarnya meneguk segelas
minuman kakao yang dipamerkan salah satu kelompok tani. (*/iwa)
Sumber : radarjogja.co.id